SINDITOnews.com [Gorontalo,11/9/25]– Konflik berkepanjangan antara rakyat penambang Bone Bolango dan PT Gorontalo Mineral (GM) tak sekadar persoalan izin tambang. Lebih dari itu, ini adalah pertarungan antara rakyat kecil yang berjuang mempertahankan hak hidupnya dengan oligarki tambang yang ditopang modal asing.
Rakyat Menolak Tergusur
Sejak 1991, masyarakat Suwawa Timur dan Pinogu sudah mengelola tambang secara turun-temurun. Namun, pada 1998, wilayah mereka tiba-tiba masuk dalam kontrak karya PT GM. Sejak itu, ruang hidup mereka dipersempit, sementara akses legal untuk mengelola tambang justru tertutup.
Kini, melalui gugatan di PTUN Jakarta, rakyat menuntut agar wilayah tersebut dikeluarkan dari kontrak karya dan ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Tuntutan ini selaras dengan janji pemerintah untuk menghadirkan keadilan sosial dan kedaulatan atas sumber daya alam.
Oligarki dan Jejak Modal Asing
PT GM bukanlah perusahaan biasa. Berkembang isu, Di belakangnya berdiri jaringan korporasi besar yang disebut-sebut memiliki akses ke lingkaran kekuasaan, bahkan didukung modal asing. Inilah yang membuat rakyat khawatir: jika izin ini terus dilanggengkan, maka bukan hanya tanah leluhur mereka yang hilang, tetapi juga kedaulatan negara atas sumber daya alam.
Janji Presiden RI di Persimpangan
Presiden RI berulang kali menegaskan dalam pidatonya: pengelolaan sumber daya alam harus berpihak pada rakyat, menjaga kedaulatan, dan menolak dominasi asing. Namun, fakta di Bone Bolango menunjukkan jurang lebar antara kata dan tindakan.
Kini publik menagih janji itu. Apakah Presiden akan turun tangan memastikan kedaulatan rakyat diakui, atau justru membiarkan oligarki tambang semakin kokoh?
Kedaulatan atau Penjajahan Baru
Pertarungan di PTUN Jakarta bukan sekadar sengketa izin, melainkan pertarungan ideologi pengelolaan sumber daya alam. Di satu sisi ada rakyat yang mengatasnamakan hak hidup dan sejarah. Di sisi lain ada korporasi besar yang mengatasnamakan investasi dan kepentingan modal.
Jika negara benar-benar hadir “atas nama rakyat”, maka suara penambang kecil di Bone Bolango harus menjadi prioritas. Sebab, kedaulatan bukan hanya soal simbol politik, tetapi soal siapa yang benar-benar menguasai dan menikmati hasil bumi negeri ini.
(Rd.SN)