“LP.K-P-K Sulbar: Negara Tak Boleh Diam Saat Rakyat Pasangkayu Ditindas Oligarki”

Di tengah kekuasaan yang kian jauh dari nurani rakyat, LP. K-P-K bersama rakyat menegaskan: “Negara Harus Hadir, Bukan Tunduk Pada Oligarki”. Sebab keadilan bukan sekadar janji — ia adalah hak yang harus ditegakkan dengan keberanian.

SINDITOnews.com | Pasangkayu,— Di tengah sunyi hukum dan pekatnya kepentingan korporasi besar, Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LP. K-P-K) Sulawesi Barat menegaskan komitmennya untuk terus berdiri di sisi rakyat dalam memperjuangkan keadilan atas tanah dan lingkungan yang diduga dirampas oleh perusahaan besar di Kabupaten Pasangkayu.

Ketua Komda LP. K-P-K Sulbar, Eliasib, menegaskan bahwa perjuangan rakyat Pasangkayu bukan sekadar soal lahan, tetapi menyangkut kedaulatan dan martabat bangsa di hadapan kekuatan modal yang kian tak terkendali.

“Kami akan terus berjuang melawan sistem yang menindas rakyat kecil. Oligarki ekonomi tidak boleh menundukkan kedaulatan rakyat dan hukum negara,” ujar Eliasib saat di hubungi awak media, Senin (20/10/2025).

Dalam investigasi LP. K-P-K, ditemukan sejumlah indikasi aktivitas perusahaan yang dinilai berpotensi melanggar aturan kehutanan dan lingkungan.
Beberapa wilayah yang sebelumnya merupakan hutan lindung dan lahan rakyat, kini telah berubah menjadi areal perkebunan sawit dan replanting tanpa kejelasan legalitas perpanjangan izin.

Ratusan kepala keluarga di sekitar lokasi kehilangan mata pencaharian dan sumber pangan alami.
Ironisnya, hingga kini belum ada langkah tegas dari aparat penegak hukum maupun otoritas daerah untuk memastikan perlindungan terhadap hak-hak warga.

“Kami melihat hukum begitu cepat untuk rakyat kecil, tapi lambat saat berhadapan dengan korporasi besar,” ucap Eliasib.

Pernyataan keras LP. K-P-K ini sejalan dengan penegasan Presiden Prabowo Subianto bahwa “negara harus hadir untuk rakyat, terutama yang tertindas dan kehilangan haknya.”

Dalam konteks Pasangkayu, kehadiran negara bukan hanya dalam bentuk regulasi, tetapi penegakan hukum yang adil, transparan, dan berani menghadapi kekuatan modal.
Negara tidak boleh membiarkan rakyat berhadapan sendirian dengan korporasi yang memiliki sumber daya besar dan jaringan kuat.

“Kami berharap pesan Presiden tidak berhenti di podium, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata di lapangan. Karena di sini, di Pasangkayu, rakyat sedang berjuang sendirian,” tegas Eliasib.

LP. K-P-K Sulbar kini menyiapkan laporan lanjutan yang akan disampaikan ke tingkat pusat.
Lembaga ini juga berencana membangun koalisi dengan jaringan masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan media independen untuk mendorong transparansi dan keadilan ekologis.

“Perjuangan ini bukan untuk mencari sensasi, tetapi untuk memastikan bahwa negara tidak absen ketika rakyat diperlakukan tidak adil. Kami akan terus melawan sampai keadilan benar-benar ditegakkan,” pungkas Eliasib.

Kasus Pasangkayu bukan hanya tentang konflik lahan, melainkan cermin nyata bagaimana kekuasaan ekonomi bisa menundukkan nilai kemanusiaan.
Namun di balik tekanan dan intimidasi, masih ada suara lantang yang menolak tunduk — suara rakyat dan LP.K-P.K yang bersumpah untuk tidak berhenti sampai keadilan benar-benar berpihak kepada yang lemah.

“Ketika hukum diam, suara rakyat yang tertindas Oligarki, akan mengguncang nurani bangsa,” tutup Eliasib dengan semangat. (Rd.SN)