SINDITOnews.com | Gorontalo – Sejumlah laporan dugaan korupsi yang masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo dinilai mandek tanpa tindak lanjut nyata. Kondisi ini memicu kekecewaan publik. Aktivis Pengawal Kebijakan bersama elemen masyarakat menyiapkan aksi besar sebagai bentuk perlawanan dan mosi tidak percaya terhadap lembaga Adhyaksa di Gorontalo.
Berdasarkan catatan Aktivis Pengawal Kebijakan Pemerintah, sedikitnya ada tiga kasus yang sejak awal 2025 belum menunjukkan progres berarti, yakni:
- Dugaan Kasus Dana Magang (2023). Terjadi penyalahgunaan anggaran di Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Gorontalo. Meski sebagian dana telah dikembalikan ke kas negara pada 2025, hingga kini para terlapor belum diproses hukum. Aktivis menilai pengembalian uang bukan alasan menghentikan penyidikan.
- Proyek Cek Dam Pengendali Sedimen Rp 43 miliar (2021). Proyek Balai Wilayah Sungai (BWS) II Gorontalo justru memicu banjir bandang setiap musim penghujan. Aktivis mendesak Kejati segera memproses hukum Satker, PPK, konsultan, hingga kontraktor PT SMS yang dianggap bertanggung jawab.
- Mafia Lahan Desa Alo & Mootawa. Penerbitan SKPT sepihak oleh Kepala Desa dan Camat Bone Raya diduga memuluskan kepentingan PT GM. Praktik ini memicu konflik horizontal antar ahli waris hingga bentrokan fisik di Desa Alo baru-baru ini.
“Kejati Gorontalo jangan hanya jadi tempat parkir laporan rakyat. Jika kasus-kasus ini terus dibiarkan, kami akan menggelar aksi besar dengan misi mosi tidak percaya,” tegas Aktivis Pengawal Kebijakan.
Aktivis juga mendesak Jaksa Agung RI segera mengevaluasi jajaran Kejati Gorontalo. Mereka menilai, jika evaluasi tak kunjung dilakukan, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum akan runtuh.
Gelombang kemarahan publik kini menguat. Aktivis memastikan aksi besar akan digelar dalam waktu dekat sebagai peringatan keras.
“Hukum harus ditegakkan, bukan ditidurkan,” tutup aktivis.

