Prof. Dr. Sutan Nasomal Minta Presiden Tugaskan Kejagung & MA Sidik Kasus Reklamasi Ilegal Pelabuhan Lumbi-Lumbia Bangkep — Harus Transparan dan Sesuai Hukum!
SINDITOnews.com | BANGGAI KEPULAUAN-SULTENG,-Kebijakan Polres Banggai Kepulauan (Bangkep) yang melimpahkan penanganan kasus reklamasi ilegal milik inisial IT di samping Pelabuhan Lumbi-Lumbia ke ranah sanksi administratif menuai kecaman luas dari publik dan para pegiat hukum lingkungan.
Keputusan yang mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja itu dinilai sebagai upaya mengalihkan kasus pidana menjadi administratif, yang berpotensi menyelamatkan pelaku dari jeratan hukum berat dengan sanksi miliaran rupiah dan hukuman penjara bertahun-tahun.
Langkah ini juga disebut-sebut berpotensi melegalkan perampasan aset publik berupa lahan laut.
Kasus reklamasi tersebut resmi dilimpahkan oleh Polres Bangkep ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulteng pada Kamis, 19 Juni 2025.
DKP kemudian menerbitkan sanksi administratif berupa denda dan perintah penghentian kegiatan, namun langkah ini ditolak keras oleh para pegiat sosial dan hukum lingkungan.
“Kami bertanya, apakah kasus ini sengaja dilarikan ke ranah administratif agar lahan laut tersebut otomatis menjadi milik oknum IT? ini sama saja negara melegalkan pencaplokan laut menjadi properti pribadi!”. Tegas Prof. Dr. Sutan Nasomal, SH, MH, Pakar Hukum Internasional.
Sutan menegaskan bahwa sanksi administratif tidak akan pernah memulihkan ekosistem laut yang telah rusak parah akibat reklamasi ilegal.
Menurut Prof. Sutan Nasomal, tindakan reklamasi tanpa izin apalagi dilakukan di zona konservasi pesisir, merupakan tindak pidana lingkungan hidup.
“Ini jelas ranah hukum pidana, bukan administratif,”
tegasnya.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) serta UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), pelaku reklamasi ilegal dapat dijerat dengan:
1. Pidana Umum Reklamasi Tanpa Izin, Penjara paling lama 4 tahun dan denda hingga Rp 2 miliar.
2. Jika di Zona Konservasi, Sanksinya lebih berat karena termasuk perusakan lingkungan di kawasan yang dilindungi.
3. Pidana Lingkungan (Pasal 109 UU PPLH), Penjara 1–3 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar bagi pelaku yang tidak memiliki izin lingkungan.
“Reklamasi tanpa izin di zona konservasi bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi kejahatan lingkungan hidup. Negara tidak boleh diam,” tegas Prof. Sutan.
Publik juga mencurigai adanya praktik suap dan perlindungan dari oknum pejabat di Bangkep.
Dugaan ini mencuat setelah beredar kabar bahwa pelaku menyanggupi sejumlah permintaan uang besar dari pihak tertentu agar kasusnya dialihkan ke jalur administratif.
Keberanian IT melakukan reklamasi tepat di samping pelabuhan negara dinilai sebagai bukti adanya “imunitas” dan dukungan kekuasaan lokal.
Dalam pernyataannya, Prof. Dr. Sutan Nasomal, SH, MH mendesak Presiden RI untuk turun tangan dan menugaskan Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, serta Kapolri mengusut tuntas kasus ini.
Ia mengajukan tiga tuntutan utama:
1. Batalkan Pelimpahan Administratif
Mendesak Polres Bangkep menarik kembali berkas perkara ke ranah pidana, serta melibatkan Kejaksaan dan KPK untuk menelusuri dugaan Tipikor dan perusakan lingkungan.
2. Selidiki Dampak Keamanan Pelabuhan
Audit menyeluruh atas dampak reklamasi terhadap operasional dan keamanan Pelabuhan Lumbi-Lumbia, sebagai aset vital negara.
3. Ungkap Pejabat Pelindung Pelaku
Usut pejabat Bangkep yang disebut-sebut membekingi IT, guna memulihkan wibawa hukum dari cengkeraman kepentingan swasta.
“Keputusan Polres melimpahkan kasus ini ke sanksi administratif adalah ujian berat bagi integritas penegak hukum.
Kita harapkan Presiden segera turun tangan memerintahkan Jaksa Agung, Ketua MA, dan Kapolri untuk menyidik kasus ini dan menghukum yang bersalah seberat-beratnya,” pungkas Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, SH, MH, Presiden Partai Oposisi Merdeka. (Rd.SN)
Sumber: Pernyataan resmi Prof. Dr. Sutan Nasomal, SH, MH

